Al-Qur’an itu penuh dengan hikmah, makanya disebut WALQURANIL HAKIM seperti dalam surat Yasin. Apa maksudnya?
Ayat 02 – 04
وَالْقُرْآَنِ الْحَكِيمِ (2) إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (3) عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (4)
“Demi Al Quran yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul. (Yang berada) diatas jalan yang lurus.” (QS. Yasin: 2-4)
Maksud Ayat
Di sini Allah bersumpah dengan Al-Qur’an yang muhkam yang tidak mungkin terdapat kebatilan di dalamnya dari depan maupun dari belakang. Juga Allah bersumpah akan benar dan jujurnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penyampai wahyu dari Allah. Beliau menempuh jalan yang lurus yang mengantarkan pada surga, bukan jalan yang menyimpang.
Yang dimaksud “wal qur’anil hakim” adalah Al-Qur’an itu muhkam dari sisi hukumnya dan berisi penjelasan-penjelasan. (Lihat penjelasan dalam At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Juz’u Yasin fi Sual wa Jawab, hlm. 10-11; Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:327.)
Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi menerangkan bahwa Al-Qur’an Al-Hakim yang dimaksud adalah Al-Qur’an itu muhkam dilihat dari susunan dan maknanya. Al-Qur’an itu memiliki hikmah di mana meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. (Lihat Aysar At-Tafasir, 4:366.)
Adapun Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjabarkan lebih luas. Yang dimaksud Al-Qur’an Al-Hakim ada empat makna yaitu:
- Al-Qur’an itu hakim di mana segala perselisihan wajib dikembalikan pada Al-Qur’an;
- Al-Qur’an itu muhkim di mana Al-Qur’an itu benar-benar sempurna, jujur dan adil;
- Al-Qur’an itu muhkam yaitu dalam Al-Qur’an tidak mungkin ada kontradiksi dan pertentangan;
- Al-Qur’an itu mengandung hikmah.
Kalau Al-Qur’an itu hakim, maka Al-Qur’an itu ditetapkan memiliki urutan dan keterkaitan satu dan lainnya, semua hukum dalam Al-Qur’an itu adil, dan penyampaian Al-Qur’an melihat keadaan, kadang dengan lemah-lembut, kadang dengan keras.
Yang dimaksud shirathal mustaqim (jalan yang lurus) adalah Islam sebagaimana tafsiran dari Ibnu ‘Abbas. Ada juga yang memaknakannya dengan Al-Qur’an sebagaimana riwayat dari ‘Ali bin Abi Thalib. Ada pula yang menafsirkannya dengan kebenaran (al-haqq) sebagaimana pendapat Mujahid. Ada yang menafsirkannya pula dengan jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dinyatakan oleh Abul ‘Aliyah dan Al-Hasan Al-Bashri. (Lihat penjelasan surah Al-Fatihah oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1:210-213.)
Sifat Al-Qur’an
Imam Ibnu Qudamah dalam kitab Lum’atul I’tiqad menyatakan, “Al-Qur’an yang mulia adalah salah satu contoh kalam Allah Ta’ala, ia adalah kitab Allah yang jelas dan tali Allah yang kokoh, petunjuk-Nya yang lurus. Diturunkan oleh Allah lewat Ruhul Amin (Jibril) kemudian ditanamkan ke dalam hati Sayyidil Mursalin (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) dengan bahasa Arab yang jelas. Al-Qur’an diturunkan (dari Allah) dan Al-Qur’an bukanlah makhluk. Al-Qur’an berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.” (Syarh Lum’ah Al-I’tiqad, hlm. 77)
Imam Al-Muzani yang merupakan murid dari Imam Syafi’i menyatakan dalam kitabnya Syarhus Sunnah, “Al-Qur’an adalah Kalamullah (firman Allah), berasal dari Allah, Al-Qur’an bukanlah makhluk yang akan musnah.” (Syarh As-Sunnah, hlm. 83)
Adab Membaca Al-Qur’an
Karena Al-Qur’an memiliki sifat yang mulia, maka membacanya tentu harus dengan adab.
Beberapa adab penting yang perlu diperhatikan dalam membaca Al-Qur’an.
1- Hendaklah yang membaca Al-Qur’an berniat ikhlas, mengharapkan ridha Allah, bukan berniat ingin cari dunia atau cari pujian.
2- Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan mulut yang bersih. Bau mulut tersebut bisa dibersihkan dengan siwak atau bahan semisalnya.
3- Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci. Namun jika membacanya dalam keadaan berhadats dibolehkan berdasarkan kesepatakan para ulama.
Catatan: Ini berkaitan dengan masalah membaca, namun untuk menyentuh Al-Qur’an dipersyaratkan harus suci. Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci.” (HR. Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122).
4- Mengambil tempat yang bersih untuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama sangat anjurkan membaca Al-Qur’an di masjid. Masjid adalah tempat yang bersih dan dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf.
5- Menghadap kiblat ketika membaca Al-Qur’an.
6- Memulai membaca Al-Qur’an dengan membaca ta’awudz. Bacaan ta’awudz menurut jumhur (mayoritas ulama) adalah “a’udzu billahi minasy syaithonir rajiim”. Membaca ta’awudz ini dihukumi sunnah, bukan wajib.
Perintah untuk membaca ta’awudz di sini disebutkan dalam ayat,
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
7- Membaca “bismillahir rahmanir rahim” di setiap awal surah selain surah Bara’ah (surah At-Taubah).
Catatan: Memulai pertengahan surah cukup dengan ta’awudz tanpa bismillahir rahmanir rahim.
8- Hendaknya ketika membaca Al-Qur’an dalam keadaan khusyu’ dan berusaha untuk mentadabbur (merenungkan) setiap ayat yang dibaca.
Perintah untuk mentadabburi Al-Qur’an disebutkan dalam ayat,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29) (Lihat penjelasan Imam Nawawi dalam At-Tibyan, hlm. 80-87.)
Adab selengkapnya, bisa dibaca di sini:
Faedah Ayat 02 – 04
- Al-Qur’an benar-benar adalah suatu mukjizat dari Allah yang tidak bisa dibuat oleh manusia. Karenanya setelah disebut huruf muqatha’ah seperti Yaasiin pada umumnya membicarakan tentang Al-Qur’an.
- Al-Qur’an benar-benar mulia karena Allah bersumpah dengannya.
- Al-Qur’an punya sifat Al-Hakim yaitu Al-Qur’an itu hakim, muhkim, muhkam dan penuh hikmah.
- Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar mendapatkan wahyu karena Allah bersumpah pula dengan beliau dalam ayat ketiga dari surah Yasin.
- Siapa yang mengingkari kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia kafir berdasarkan kata ijmak ulama.
- Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah di antara Rasul yang diutus dan ada pula Rasul lainnya sebelum beliau.
- Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itulah shirathal mustaqim (jalan yang lurus).
Semoga bermanfaat, hanya Allah yang memberi petunjuk.
Referensi:
- At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Juz’u Yasin fi Sual wa Jawab. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh Abu ‘Abdillah Musthafa bin Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
- At-Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an. Cetakan pertama, Tahun 1426 H. Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi. Tahqiq: Abu ‘Abdillah Ahmad bin Ibrahim Abul ‘Ainain. Penerbit Maktabah Ibnu ‘Abbas.
- Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Al-Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal Azzun. Penerbit Maktabah Darul Minhaj.
- Syarh Lum’ah Al-I’tiqad Al-Hadi ila Sabil Ar-Rasyad. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Asy-Syaikh. Penerbit Maktabah Darul Hijaz.
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Abu Ishaq Al-Huwaini. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsaraya.
—
Disusun di Perpus Rumaysho, Selasa pagi, 6 Muharram 1439 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com